KARAWANG | infokeadilan.id – Di tengah geliat pembangunan infrastruktur di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, masih banyak warga yang merasa terpinggirkan karena sulitnya mengakses layanan kesehatan dan pengurusan dokumen kependudukan. Jalan sudah diperbaiki, namun kebutuhan dasar lainnya justru masih menyisakan luka.
Warga memang mengapresiasi perbaikan jalan yang membuat akses transportasi menjadi lebih lancar. Namun di balik itu, tersimpan keluhan mendalam soal pelayanan publik yang tak kunjung membaik.
“Sekarang kalau ada yang sakit bisa cepat dibawa. Tapi setelah sampai sana, bingung, karena harus bayar mahal,” ungkap seorang warga setempat, Jumat (8/8).
Biaya Pengurusan Jaminan Kesehatan Dinilai Membebani
Persoalan paling mencolok adalah soal layanan kesehatan. Banyak warga mengeluhkan BPJS Kesehatan mereka tidak aktif, dan pengurusan program Universal Health Coverage (UHC) maupun Kartu Indonesia Sehat (KIS) justru dikenai biaya tinggi.
“Saya ditawari bisa aktifkan BPJS, tapi harus bayar Rp600 ribu sampai sejuta. Padahal kami ini warga tidak mampu,” tutur seorang bapak paruh baya dengan nada lelah.
Keluhan serupa datang dari warga lainnya yang mengaku sering tidak mendapatkan respons yang layak dari fasilitas kesehatan. Banyak yang merasa pelayanan rumah sakit tidak berpihak kepada masyarakat kecil.
Birokrasi Berbelit: Nama Hilang di KK, Hak Administrasi Terputus
Selain kesehatan, warga juga dihadapkan dengan persoalan administratif. Salah satu contoh nyata dialami oleh seorang ibu, inisial ST, yang kehilangan hak administratif setelah suaminya meninggal.
“Nama saya malah dihapus dari KK, padahal itu satu-satunya dokumen yang saya punya. Mau urus baru, malah ditolak,” keluhnya.
Kondisi ini membuat banyak warga kesulitan dalam mengakses layanan yang mensyaratkan data kependudukan yang valid, mulai dari kesehatan hingga bantuan sosial.
Bansos Tak Gratis, Bantuan Beras Harus Bayar
Ironisnya, bantuan sosial yang seharusnya meringankan beban masyarakat, justru menambah beban. Warga mengaku masih harus membayar untuk mendapatkan bantuan beras dari Bulog.
“Dapat beras, tapi disuruh bayar Rp30 ribu. Ini bantuan atau jualan?” tanya seorang ibu rumah tangga dengan nada heran.
Menurut sejumlah warga, sistem distribusi bansos di desa mereka tidak transparan dan tidak tepat sasaran. Mereka merasa kelompok yang benar-benar membutuhkan justru sering terabaikan.
Rakyat Butuh Solusi, Bukan Sekadar Janji
Di tengah kondisi yang membelenggu ini, warga hanya bisa menggantungkan harapan, meskipun mereka mulai lelah dengan janji-janji yang tak kunjung terealisasi.
“Kami butuh solusi nyata, bukan janji. Bukan cuma jalan yang mulus, tapi hidup juga harus dibuat lebih mudah,” tegas salah satu warga.
Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya fokus pada pembangunan fisik semata, tetapi juga memperhatikan layanan dasar seperti kesehatan, administrasi kependudukan, dan distribusi bantuan sosial secara merata dan adil. Warga Sungaibuntu butuh kepastian, bukan sekadar infrastruktur megah yang tak menyentuh kebutuhan pokok mereka.
Red